Jumat, 25 November 2016

Kekafiran, Sabar, Tawakal

Tasawuf :
Hierarki al-Maqamat


IDENTITAS
Nama                     :    Herawati Hasibuan
NIM                      :    72153002
Prodi/Sem             :    Sistem Informasi-2 / III
Fakultas                 :    Sains dan Teknologi
Perguruan Tinggi   :    UIN Sumatera Utara
Dosen Pengampu  :    Dr. Ja’far, MA
Matakuliah            :    Akhlak Tasawuf

TEMA                        :   Hierarki al-Maqamat
           
BUKU
Identitas Buku     :   Ja’far, Gerbang Tasawuf: Dimensi Teoretis dan Praktis Ajaran Kaum sufi(Medan: Perdana Publishing, 2016)
Sub 1    :   Kekafiran (al-faqr)
Sub 2    :   Sabar (al-shabr)
Sub 3    :   Tawakal (al-tawakkul)

Kekafiran (al-faqr)
Dalam terminology Alquran, istilah fakir berasal dari bahasa Arab, faqura, yafquru, faqran yang artinya miskin. Istilah faqr bermakna kemiskinan. Dalam bahasa Indonesia, fakir berarti “orang yang sangat berkurangan, orang yang terlalu miskin, atau orang yang dengan sengaja membuat dirinya menderita kekurangan untuk mencapai kesempurnaan bathin.” (Gerbang Tasawuf : Dr. Ja’far MA hl.68).
Al-Ghazali menyabutkan dalil-dalil kewajiban dan keutamaan fakir kitab ihya; ulum al-Din. Beberapa dalil tentang fakir adalah Q.S al-Hasyr/59:273. Menurut al-Ghajali, fakir dapat bermakna tidak memiliki harta. Menurutnya, ada lima tingkatan fakir, dua di antaranya yang paling tinggi derajatnya, yakni seorang hamba yang tidak suka diberi harta, merasa tersiksa dengan harta, dan menjaga diri dari kejahatan dan kesibukan untuk mencari harta; dan seorang hamba tidak merasa senang bila mendapatkan harta; dan tidak merasa benci bila tidak mendapatkan harta. (Gerbang Tasawuf : Dr. Ja’far MA hl.70-71).

Sabar (al-shabr)
Kata sabar berasal dari bahasa Arab, shabara, yashbiru, shabran, maknanya adalah mengikat, bersabar, menahan dari larangan hokum, dan menahan diri dari kesedihan. Kata ini disebut di dalam Alquran sebanyak 103 kali. Dalam bahasa Indonesia, sabar bermakna “tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati), dan tabah, tenang, tidak tergesa-gesa, dan tidak terburu nafsu.”
Allah Swt, berfirman Q.S al-Anfal/ 8:46 yang artinya;
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul- Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”

Tawakal (al-tawakkul)
Tawakal Berasal dari bahasa Arab, wakila, yakilu, wakilan  yang berarti “mempercayakan, memberi, membuang urusan, bersandar, dan bergantung,” istilah tawal disebut di dalam Alquran dalam berbagai bentuk sebanyak 70 kali. Dalam bahasa Indonesia, tawakal adalah “pasrah diri kepada kehendak Allah; percaya dengan sepenuh hati kepada Allah (dalam penderitaan dan sebagainya), atau sesudah berikhtiar baru berserah kepada Allah”.
Allah Swt.berfirman dalam Q.S. Ali’Imran/3:159 yang artinya
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar; tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membualatkan tekad, maka berwataklah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadanya-Nya”.

KESIMPULAN
Kata sabar berasal dari bahasa Arab, shabara, yashbiru, shabran, maknanya adalah mengikat, bersabar, menahan dari larangan hokum, dan menahan diri dari kesedihan. Kata ini disebut di dalam Alquran sebanyak 103 kali. Dalam bahasa Indonesia, sabar bermakna “tahan menghadapi cobaan. Dalil-dalil kewajiban dan keutamaan fakir kitab ihya; ulum al-Din. Beberapa dalil tentang fakir adalah Q.S al-Hasyr/59:273. Menurut al-Ghajali, fakir dapat bermakna tidak memiliki harta. Sedangkan tawakal adalah tawakal adalah “pasrah diri kepada kehendak Allah; percaya dengan sepenuh hati kepada Allah (dalam penderitaan dan sebagainya), atau sesudah berikhtiar baru berserah kepada Allah”.

RELEVANSI DALAM BIDANG

Sebagai jurusan sistem informasi ada baiknya kamu menerapkan sikap diantara ketiganya tersebut yang diantaranya adalah sabar dan tawakal, seperti yang dilakukan pada saat pemograman, pembuatan  system, dan saat pada analysa.


****** UNIVERSITAS ISLAM NEFERI SUMATERA UTARA ******

Minggu, 06 November 2016

Al-Maqamat dan Al-Ahwal

AL-MAQAMAT dan AL-AHWAL

IDENTITAS
Nama                     :    Herawati Hasibuan
NIM                      :    72153002
Prodi/Sem             :    Sistem Informasi-2 / III
Fakultas                 :    Sains dan Teknologi
Perguruan Tinggi   :    UIN Sumatera Utara
Dosen Pengampu  :    Dr. Ja’far, MA
Matakuliah            :    Akhlak Tasawuf

TEMA                        :   Al-Maqamat dan Al-Ahwal
           
BUKU
Identitas Buku     :   Ja’far, Gerbang Tasawuf: Dimensi Teoretis dan Praktis Ajaran Kaum sufi(Medan: Perdana Publishing, 2016)
Sub 1    :   Definisi
Sub 2    :   Pondasi al-Maqamat
Sub 3    :   Hierarki al-Maqamat

Defenisi :
Karya-karya para sufi telah menunjukkan bahwa tasawuf sebagai disiplin ilmu dirancang sebagai media informasi bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. sehingga para penempuh jalan tasawuf (al-murid/al-salik) akan dapat meraih kemantapan tauhid dan makriat. Sebab itu para sufi menyusun teori mengenai usaha-usaha untuk menempuh perjalanan spiritual (thariqah) berupa tangga-tangga pendakian spiritual yang disebut al-muqamah.
Abu al-Najib al-Suhrawardi dan al-Qusyairi memberikan penjelasan mengenai al-maqamat dan al-ahwal. Dalam Adah al-Muridin, Abu al-Najib al-Suhrawardi, al-maqamat adalah tingkatan spiritual seorang hamba dalam ibadah di hadapan Allah Swt. Dalam Risalah al-Qusyairiyyah, al-Qusyairi menjelaskan bahwa al-maqamat  adalah tingkatan spriritual yang akan diraih salik dengan jalan mujadah dan mengamalkan adab-adab, perilaku, dan sikap tertentu, serta riyadah.
Dengan demikian, al-maqamat adalah tingkatan-tingkatan spiritual seorang sufi, dari tingkatan paling mendasar sampai tingkatan tertinggi, yaitu dekat dengan Allah Swt., yang di peroleh salik secara mandiri melalui pelaksanaan ibadah, mujahadah, dan riyadhah secara terus menerus. Al-ahwal merupakan keadaan hati seorang salik yang bukan merupakan hasil usahanya secara mandiri, melainkan pemberian al-maqamat dan al-ahwal dalam karya-karya mereka.
Berdasarkan teori tersebut, seorang sufi merumuskan konsep perjalanan spiritual dari diri manusia menuju kedekatan bersama Allah Swt.(sebagai makna dari gerak menaik wujud[jiwa]) dengan terlebih dahulu mendeskripsikan proses kemunculan manusia dari hakikat wujud (sebagai makna dari gerak menurut wujud). Inilah makna dari pernyataan agama bahwa manusia berasal dari Allah (gerak menurun jiwa dari alam tertinggi[Tuhan] menuju alam terendah [jasad]). Dan akan kembali kepada-Nya (gerak menaik jiwa dari alam terendah[jasad] menuju ke hadirat Allah Swt. sebagai realitas tertinggi dan sumber asalnya).

Pondasi al-Maqamat
Dalam memperoleh maqam tertentu, selain wajib menjalankan berbagai bentuk ibadah, mujahadah, dan riyadhah, seorang salik harus melakukan khalwah dan uzla dalam melaksanakan perjalanan spiritual menuju Allah Swt.
Khalwah merupakan perjalanan ruhani dari nafsu menuju hati, dari hati menuju ruh, dari ruh menuju alam rahasia, dan dari alam rahasia menuju Allah Swt. Sedangkan hakikat uzla (mengasingkan diri) adalah menjaga keselamatan diri dari niat buruk orang lain. Nashral al-Din al-Thusi mengungka[kan bahwa mengasingkan diri akan dapat mengarahkan salik meraih pancaran dari Allah Swt selama berkhalwat, salik harus berusaha membebaskan diri dari seluruh gangguan indrawi, gangguan batin dan mendisiplinkan aspek-aspek hewani dalam dirinya sehingga ia tidak mengikuti kecenderungan kepada berbagai aspek tersebut.
Dalam khalwah dan uzla, seorang salik harus menjalankan berbagai bentuk ibadah, mujahadah, dan riyadah. Menurut al-Qusyairi, ibadah atau ubudiyah adalah “melaksanakan segala apa yang diperintahkan, dan menjauhi segala yang dilarang” salah satu yang menjadi andalan seorang salik adalah zikir.

Hierarki al-Maqamat
Dalam karya-karya tasawuf karangan sufi dari mazhab Sunni, akan dapat dilihat dari ragam rumusan mengenai al-maqamat sebagai tingkatan yang harus diraih seorang salik secara mandiri dengan melakukan berbagai al-ibadah, al-mujahadah, dan al-riyadat, mulai dari maqam pertama sampai pada maqam paling puncak. Abi Nashr Abd Allah ibn Ali al-Sarraj al-Thusi menyusun dari maqam pertama sampai maqam paling puncak, yang dimulai dari : Tobat (al-taubah), Warak (wara’), Zuhud (al-zuhd), kefakiran (al-faqr), Sabar (al-shabr), cinta (al-mahabbah), rida (al-ridha).



Al-Maqam Lainnya
Sebagian para sufi menilai bahwa setelah mencapai maqam rida, seorang salik masih dapat mencapai maqam seperti makrifat (al-ma’rifah) dan menegaskan bahwa al-ridha bukan maqam tertinggi. Al-Qusyairi menjelaskan bahwa maksud para sufi dari istilah makrifat adalah “sifat dari orang-orang yang mengenal Allah Swt. dengan nama dan sifat-Nya, dan membenarkan Allah Swt. dengan melaksanakan ajaran-Nya dalam segala perbuatan.
Sebagian sufi lain menghadirkan ajaran lain mengenai al-maqam tertinggi. Al-Hallaj mengenalkan paham al-hulul, Abu Yazid al-Bistami memiliki ajaran tentang al-ittihad, dan Ibn Arabi mengajarkan paham wahdah al-wujud yang dielaborasi lebih lanjut oleh Mulla Shadra. Ketiga teori ini memang mendapatkan penolakan dari banyak fukaha dan teolog Sunni, tetapi diterima oleh mayoritas fukana Syiah.

Mengenal al-Ahwal
Sebagian sufi pernah menyebut beberapa contoh al-ahwal adalah al-muraqabah, al-khauf (takut), al-raja’ , dan al-syawq (rindu). Berbeda dari al-maqamat yang diraih dari hasil usaha salik secara mandiri dengan melakukan ibadah, mujahadah dan riyadhah, al-ahwal tidak diraih secara mandiri, melainkan anugerah dari Allah Swt. dan keadaannya tidak kekal dalam diri seorang salik.

KESIMPULAN
Dalam Risalah al-Qusyairiyyah, al-Qusyairi menjelaskan bahwa al-maqamat  adalah tingkatan spriritual yang akan diraih salik dengan jalan mujadah dan mengamalkan adab-adab, perilaku, dan sikap tertentu, serta riyadah. Dengan demikian, al-maqamat adalah tingkatan-tingkatan spiritual seorang sufi, dari tingkatan paling mendasar sampai tingkatan tertinggi, yaitu dekat dengan Allah Swt., yang di peroleh salik secara mandiri melalui pelaksanaan ibadah, mujahadah, dan riyadhah secara terus menerus. Al-ahwal merupakan keadaan hati seorang salik yang bukan merupakan hasil usahanya secara mandiri, melainkan pemberian al-maqamat dan al-ahwal dalam karya-karya mereka. Beberapa contoh dari al-ahwal adalah al-muraqabah, al-khauf (takut), al-raja’ , dan al-syawq (rindu)

RELEVANSI DENGAN BIDANG            :
Didalam kehidupan sehari-hari adabaiknya kita seorang manusia bisa mengamalkan adab dan perilaku serta riyadah dari tingkatan mendasar sampai tingkatan paling tinggi. Tidak hanya focus dalam satu bidang saja tetapi bisa menyetarakannya disetiap bidang yang dijalankannya/yang diambilnya saat ini pada masing-masing pengambil seperti yang di jelaskan pada khalwah dan uzla.