AL-MAQAMAT dan AL-AHWAL
IDENTITAS
Nama : Herawati Hasibuan
NIM : 72153002
Prodi/Sem :
Sistem Informasi-2 / III
Fakultas : Sains dan Teknologi
Perguruan
Tinggi : UIN
Sumatera Utara
Dosen
Pengampu : Dr. Ja’far, MA
Matakuliah : Akhlak
Tasawuf
TEMA : Al-Maqamat dan Al-Ahwal
BUKU
Identitas Buku : Ja’far,
Gerbang Tasawuf: Dimensi Teoretis dan Praktis Ajaran Kaum sufi(Medan:
Perdana Publishing, 2016)
Sub 1 : Definisi
Sub 2 : Pondasi
al-Maqamat
Sub 3 : Hierarki al-Maqamat
Defenisi :
Karya-karya para sufi telah menunjukkan bahwa
tasawuf sebagai disiplin ilmu dirancang sebagai media informasi bagi manusia
untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. sehingga para penempuh jalan tasawuf (al-murid/al-salik) akan dapat meraih
kemantapan tauhid dan makriat. Sebab itu para sufi menyusun teori mengenai
usaha-usaha untuk menempuh perjalanan spiritual (thariqah) berupa tangga-tangga pendakian spiritual yang disebut
al-muqamah.
Abu al-Najib al-Suhrawardi dan al-Qusyairi
memberikan penjelasan mengenai al-maqamat
dan al-ahwal. Dalam Adah al-Muridin,
Abu al-Najib al-Suhrawardi, al-maqamat adalah
tingkatan spiritual seorang hamba dalam ibadah di hadapan Allah Swt. Dalam
Risalah al-Qusyairiyyah, al-Qusyairi menjelaskan bahwa al-maqamat adalah tingkatan
spriritual yang akan diraih salik dengan
jalan mujadah dan mengamalkan
adab-adab, perilaku, dan sikap tertentu, serta riyadah.
Dengan demikian, al-maqamat
adalah tingkatan-tingkatan spiritual seorang sufi, dari tingkatan paling
mendasar sampai tingkatan tertinggi, yaitu dekat dengan Allah Swt., yang di
peroleh salik secara mandiri melalui
pelaksanaan ibadah, mujahadah, dan
riyadhah secara terus menerus. Al-ahwal
merupakan keadaan hati seorang salik yang
bukan merupakan hasil usahanya secara mandiri, melainkan pemberian al-maqamat dan al-ahwal dalam karya-karya mereka.
Berdasarkan teori tersebut, seorang sufi merumuskan
konsep perjalanan spiritual dari diri manusia menuju kedekatan bersama Allah
Swt.(sebagai makna dari gerak menaik wujud[jiwa]) dengan terlebih dahulu
mendeskripsikan proses kemunculan manusia dari hakikat wujud (sebagai makna
dari gerak menurut wujud). Inilah makna dari pernyataan agama bahwa manusia
berasal dari Allah (gerak menurun jiwa dari alam tertinggi[Tuhan] menuju alam
terendah [jasad]). Dan akan kembali kepada-Nya (gerak menaik jiwa dari alam
terendah[jasad] menuju ke hadirat Allah Swt. sebagai realitas tertinggi dan
sumber asalnya).
Pondasi al-Maqamat
Dalam memperoleh maqam
tertentu, selain wajib menjalankan berbagai bentuk ibadah, mujahadah, dan riyadhah, seorang salik
harus melakukan khalwah dan uzla dalam melaksanakan perjalanan
spiritual menuju Allah Swt.
Khalwah
merupakan perjalanan ruhani dari nafsu menuju hati, dari hati menuju ruh, dari
ruh menuju alam rahasia, dan dari alam rahasia menuju Allah Swt. Sedangkan
hakikat uzla (mengasingkan diri)
adalah menjaga keselamatan diri dari niat buruk orang lain. Nashral al-Din
al-Thusi mengungka[kan bahwa mengasingkan diri akan dapat mengarahkan salik meraih pancaran dari Allah Swt
selama berkhalwat, salik harus
berusaha membebaskan diri dari seluruh gangguan indrawi, gangguan batin dan
mendisiplinkan aspek-aspek hewani dalam dirinya sehingga ia tidak mengikuti
kecenderungan kepada berbagai aspek tersebut.
Dalam khalwah dan
uzla, seorang salik harus menjalankan berbagai bentuk ibadah, mujahadah, dan riyadah. Menurut al-Qusyairi, ibadah
atau ubudiyah adalah
“melaksanakan segala apa yang diperintahkan, dan menjauhi segala yang dilarang”
salah satu yang menjadi andalan seorang salik
adalah zikir.
Hierarki al-Maqamat
Dalam karya-karya tasawuf karangan sufi dari mazhab
Sunni, akan dapat dilihat dari ragam rumusan mengenai al-maqamat sebagai tingkatan yang harus diraih seorang salik secara mandiri dengan melakukan
berbagai al-ibadah, al-mujahadah, dan
al-riyadat, mulai dari maqam pertama sampai pada maqam paling puncak. Abi Nashr Abd Allah
ibn Ali al-Sarraj al-Thusi menyusun dari maqam
pertama sampai maqam paling
puncak, yang dimulai dari : Tobat (al-taubah),
Warak (wara’), Zuhud (al-zuhd), kefakiran (al-faqr), Sabar (al-shabr), cinta (al-mahabbah),
rida (al-ridha).
Al-Maqam Lainnya
Sebagian para sufi menilai bahwa
setelah mencapai maqam rida, seorang salik masih dapat mencapai maqam seperti makrifat (al-ma’rifah) dan menegaskan bahwa al-ridha bukan maqam tertinggi. Al-Qusyairi menjelaskan bahwa maksud para sufi
dari istilah makrifat adalah “sifat dari orang-orang yang mengenal Allah Swt.
dengan nama dan sifat-Nya, dan membenarkan Allah Swt. dengan melaksanakan
ajaran-Nya dalam segala perbuatan.
Sebagian sufi lain menghadirkan
ajaran lain mengenai al-maqam tertinggi.
Al-Hallaj mengenalkan paham al-hulul, Abu
Yazid al-Bistami memiliki ajaran tentang al-ittihad,
dan Ibn Arabi mengajarkan paham wahdah
al-wujud yang dielaborasi lebih lanjut oleh Mulla Shadra. Ketiga teori ini
memang mendapatkan penolakan dari banyak fukaha dan teolog Sunni, tetapi
diterima oleh mayoritas fukana Syiah.
Mengenal
al-Ahwal
Sebagian sufi pernah menyebut
beberapa contoh al-ahwal adalah al-muraqabah, al-khauf (takut), al-raja’ , dan
al-syawq (rindu). Berbeda dari al-maqamat yang diraih dari hasil usaha salik secara mandiri dengan melakukan
ibadah, mujahadah dan riyadhah, al-ahwal tidak diraih secara
mandiri, melainkan anugerah dari Allah Swt. dan keadaannya tidak kekal dalam
diri seorang salik.
KESIMPULAN
Dalam Risalah al-Qusyairiyyah, al-Qusyairi
menjelaskan bahwa al-maqamat adalah tingkatan spriritual yang akan diraih salik dengan jalan mujadah dan mengamalkan adab-adab, perilaku, dan sikap tertentu,
serta riyadah. Dengan demikian, al-maqamat adalah tingkatan-tingkatan
spiritual seorang sufi, dari tingkatan paling mendasar sampai tingkatan
tertinggi, yaitu dekat dengan Allah Swt., yang di peroleh salik secara mandiri melalui pelaksanaan ibadah, mujahadah, dan riyadhah secara terus menerus. Al-ahwal merupakan keadaan hati seorang salik yang bukan merupakan hasil
usahanya secara mandiri, melainkan pemberian al-maqamat dan al-ahwal
dalam karya-karya mereka. Beberapa contoh dari al-ahwal adalah al-muraqabah,
al-khauf (takut), al-raja’ , dan al-syawq
(rindu)
RELEVANSI DENGAN BIDANG :
Didalam kehidupan sehari-hari
adabaiknya kita seorang manusia bisa mengamalkan adab dan perilaku serta
riyadah dari tingkatan mendasar sampai tingkatan paling tinggi. Tidak hanya
focus dalam satu bidang saja tetapi bisa menyetarakannya disetiap bidang yang
dijalankannya/yang diambilnya saat ini pada masing-masing pengambil seperti
yang di jelaskan pada khalwah
dan uzla.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar