Minggu, 30 Oktober 2016

ESPITEMOLOGI TASAWUF

Epistemologi Tasawuf :
Peran Hati dalam Tasawuf, Metode Tzkiyah al-Nafs

IDENTITAS
Nama                     :    Herawati Hasibuan
NIM                      :    72153002
Prodi/Sem             :    Sistem Informasi-2 / III
Fakultas                 :    Sains dan Teknologi
Perguruan Tinggi   :    UIN Sumatera Utara
Dosen Pengampu  :    Dr. Ja’far, MA
Matakuliah            :    Akhlak Tasawuf

TEMA                        :   Peran Hati dalam Tasawuf, Metode Tzkiyah al-Nafs
           
BUKU
Identitas Buku     :   Ja’far, Gerbang Tasawuf: Dimensi Teoretis dan Praktis Ajaran Kaum sufi(Medan: Perdana Publishing, 2016)
Sub 1    :   Peran Hati dalam Tasawuf
Sub 2    :   Metode Tazkiyah al-Nafs



A.    Peran Hati dalam Tasawuf
Dalam tradisi islam, hati ditempatkan sebagai salah satu saranan mraih ilmu. Istilah hati disebut berulang kali dalam Al-quran dan hadis yang bisanya disebut dengan kata qalb, al-fuad. Dalam tradisi islam, hati (qalb) merupakan subsistem jiwa manusia, Ahmad mubarok merupakan subsistem jiwa manusia. Ahmad mubarok telah menemukan konsep Al-quran tentang fungsi, potensi, kandungan dan kualitas hati manusia.
Mayoritas sufi menilai bahwa akal manusia tidak mampu mencapai hakikat Allah Swt. Dan Alquran menjelaskan bahwa kelemahan akal ditutupi oleh hati yang damai. Jadi hati yang damai mampu datang dan menghadap kepada Allah Swt.
Menurut Al-Ghajali hati (qalb) mampu meraih tentang dan meyaksikan wujud-wujud spiritual. Menurutnya, ketik manusia mengenal hatinya, maka ia  mengenal dirinya, sehingga niscaya ia mengenal Allah Swt. Hati mampu menyaksikan Allah Swt dan mengenal sifat-sifatnya serta mempu menyingkap segala sesuatu.
Hati akan suci ketika dihiasai oleh sifat-sifat Ilahiah, cahaya iman dan hikmah, sehinggga hati akan meraih Kasyf yang membuatnya dapat memperolah kebenaran bertemu Allah Swt, dan mampu menyingkap hakikat agama. Sebaliknya jika hati menjadi kotor akibat maksiat, maka hati menjadi hitam dan akibatnya akan terhijab dari Allah Swt.
Menurut Al-Ghajali, ada lima penyebab hati gagal meraih ilmu, yakni kekurangan hati; hati menjadi kotor akibat mengikuti hawa nafsu sehingga selalu berbuat maksiat dan perbuatan keji; hati dipalingkan dari kebenaran karena tidak mau kebenaran dan mengarahkan pikiran kepada hakikat ilahiah; terhijab karena banyak taklid dan tunduk kepada prasangka, meskipun telah mampu mengekang hawa nafsu dan mengekang kebenaran; dan kebodohan dalam mengatahui arah kebenran akibat penyelewengan ilmu dan tidak mengetahui manfaat pencarian ilmu. Dapat disimpulkan, bahwa hati harus dihiasi oleh ibadah, dan dijauhi dari jebakan hawa nafsu, agar hati mampu meraih ilmu, menyaksikan dunia spiritual, dan menyingkap rahasia agama.

B.     Metode Tazkiyah Al-Nafs (irfani)
Kaum sufi menyakini bahwa akal manuia asih memiliki kelemahan, meskiun relative sukses memberikan gambaran rasional terhadap dunia spiritual. Keabsahan Tazkiyah al-nafs diakui oleh kitab suci umat islam. Al-quran misalnya menegaskan bahwa para nabi dan rasul diutus untuk menyucikan jiwa manusia. Adapun keutamaan tazkiyah al-nafs menurut al-quran bhawa pelakunya disebut sebagai orang-orang beruntung dan orang tersebut diberi pahala serta keabadian surgawi. Dengan demikian metode irfani merupakan metode yang dikembangan dari isyarat-isyarat wahyu, metode para nabi dan rasul serta memberikan keberuntungan dunia dan akhirat kepada penggunanya.
Metode irfani merupakan metode kaum sufi dm islam yang mengandalkan aktifitas penyucian jiwa untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, dan menilai bahwa ilmu hakiki hanya diraih deengan cara mendekatkan diri kepada sosok yang maha mengetahui, bukan dengan metode observasi dan eksprimen atau juga metode rasional.

C.    Kesimpulan
Mayoritas sufi menilai bahwa akal manusia tidak mampu mencapai hakikat Allah Swt. Dan Alquran menjelaskan bahwa kelemahan akal ditutupi oleh hati yang damai. Jadi hati yang damai mampu datang dan menghadap kepada Allah Swt.
Metode irfani merupakan metode kaum sufi dm islam yang mengandalkan aktifitas penyucian jiwa untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, dan menilai bahwa ilmu hakiki hanya diraih deengan cara mendekatkan diri kepada sosok yang maha mengetahui, bukan dengan metode observasi dan eksprimen atau juga metode rasional.


D.    RELEVANSI DENGAN BIDANG :
Setiap manusia pasti memiliki hati yang mampu meraih ilmu dan menyaksikan dunia spriritual didalam bidang nya masing-masing yang berhubungan dengan metode irfani yang mampu dijalankan oleh semua manusia.



****** UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA ******

Senin, 24 Oktober 2016

Akhlak Tasawuf



Tasawuf :
Defenisi, Hierarki dan Tujuan


IDENTITAS
Nama                     :    Herawati Hasibuan
NIM                      :    72153002
Prodi/Sem             :    Sistem Informasi-2 / III
Fakultas                 :    Sains dan Teknologi
Perguruan Tinggi   :    UIN Sumatera Utara
Dosen Pengampu  :    Dr. Ja’far, MA
Matakuliah            :    Akhlak Tasawuf

TEMA                        :   Definisi, Hierarki, dan Tujuan
           
BUKU
Identitas Buku     :   Ja’far, Gerbang Tasawuf: Dimensi Teoretis dan Praktis Ajaran Kaum sufi(Medan: Perdana Publishing, 2016)
Sub 1    :   Definisi Tasawuf
Sub 2    :   Hierarki
Sub 3    :   Tujuan Tasawuf



A.  Defenisi Tasawuf
Karya-karya modern dalam bidang tasawuf telah mendiskusikan asal-usul kata tasawuf, meskipun kerya-karya klasik lebih diutamakan untuk dimanfaatkan sebagai upaya memahaminya secara baik berdasarkan data otentik. Dalam kitab Kasf al-Mahjub, al-Hujwin telah menjelaskan asal-usul kata tasawuf. Pertama istilah tasawuf berasal dari kata al-shuf yaitu wol yang bermakna bahwa kaum sufi mengenakan jubah yang bermakna bulu domba. Kedua tasawuf berasal dari kata al-shaf yang bermakna kaum sufi berada pada barisan pertama didepan Tuhan. Ketiga istilah tasawuf berasal dari kata ahl al-shuffah karena para sufi mengaku sebagai golongan ahl al-shuffah yang diridhai Allah. Keempat istilah tasawuf berasal dari kata al-shafa’ yang artinya kesucian sebagai makna bahwa sufi telah menyucikan akhlak mereka dari noda bawaan dank arena kemurnian hati dan kebersihan tindakan mereka.
Berdasarkan tindakan diatas dapat dipahami bahwa tasawuf merupakan disiplin ilmu yang berkaitan dengan penyucian jiwa manusia dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.


B.  Tasawuf dalam Hierarki Ilmu-ilmu Islam
Dalam tradisi intelektual islam, para ulama telah membuat klasifikasi ilmu berdasarkan sudut pandang Islam. Di antara mereka, pendapat Ibn Khaldun cukup penting diutarakan. Ibn Khakdun telah mengulas tsawuf sebagai sebuah disiplin ilmu dalam kitab Muqaddimahnya. Dari aspek sumber, tasawuf sebagai salah satu dari ilmu syariah, menurut Ibn Khaldun, bersumber dari syariat yakni Al-quran dan hadis, dan akal yang tidak memiliki peran dalam ilmu-ilmu syariah kecuali menarik kesimpulan dari kaidah-kaidah utama untuk cabang-cabang permasalahannya. Menurut Ibn Khaldun, kebanyakan fukaha menolak ajaran kaum sufi tentang tasawuf. Penolakan fukaha (Sunni) tidak serta merta ditujukan kepada semua jenis tasawuf.

C.  Tujuan Tasawuf
Tujuan tasawuf tersebut tidak dapat dilepaskan dari tujuan hidup manusia sebagaimana dijelaskan dalam ajaran islam. Seorang mulim tidak saja dituntut untuk menjalankan al-islam dan al-iman, tetapi juga merealisasikan al-ihsan sebagai hierarki paling tinggi. Jadi Al-quran dan hadis menghendaki umat islam dapat memantapkan ketauhidan dan ibadah dalam kerangka al-ihsan, dan mengimplementasikan tugas sebagai khalifah-Nya di muka bumi demi kabaikan dunia maupun akhirat kelak.
Para sufi telah merumuskan tujuan dari tasawuf. Sekadar pemetaan, Ibn Khaldun menjeleaskan bahwa puncak perjalanan spirituan para penempuh jalan tasawuf setelah melewati beragam tingkatan spiritual (al-muqamat) adalah kemantapan tauhid dan makrifat. Dua sumber ajaran islam, Alquran dan hadis, memberikan sinyal kuat bahwa manusia berpotensi untuk mendekatkan diri kepada Allah swa., bertauhd dan bermakriat kepadaNya.


 Kesimpulan
Dari aspek sumber, tasawuf sebagai salah satu dari ilmu syariah, menurut Ibn Khaldun, bersumber dari syariat yakni Al-quran dan hadis, dan akal yang tidak memiliki peran dalam ilmu-ilmu syariah kecuali menarik kesimpulan dari kaidah-kaidah utama untuk cabang-cabang permasalahannya. Dua sumber ajaran islam, Alquran dan hadis, memberikan sinyal kuat bahwa manusia berpotensi untuk mendekatkan diri kepada Allah swa., bertauhd dan bermakriat kepadaNya.

RELEVANSI DENGAN BIDANG            :
Dalam pembelajaran Sains dan Tekhnologi bukan hanya bidang keahliannya saja yang harus dipelajari, namun sebagai fakultas sains dan tekhnologi juga harus mampu mempelajari akhlak tasawuf agar menyucikan akhlak mereka dari noda bawaan dan kemurnian hati serta  kebersihan tindakan mereka.