BIOGRAFI DAN KARYA - KARYA
AL-HALLAJ
Latar Belakang
Pada abad ke 9 Masehi, berkembang kehidupan kerohanian Islam dengan jalan melakukan Zuhud (mengabaikan dunia) untuk mencapai kesempurnaan ma’rifat dan tauhid kepada Allah. Gagasan-gagasan para ahli sufi dan syiah pada abad tersebut telah ditemukan, baik yang berupa berupa syair ataupun pemikiran yang menunjukkan keanekaragaman kemungkinan dalam kehidupan mistik, seperti halnya Al Ghazali, Dzun Nun (859 M), Bayezid Bistami (874 M), dan Al Harith al Muhasibi (857 M) dan Husein Ibn Mansur Al hallaj (858 M).
Pemikiran dan peranan para tokoh inilah yang perlu kita ketahui sebagai wacana keilmuan dan sejarah, sekaligus menganalisa konflik pemikiran yang tidak pernah habis dibahaskan, kerana pihak-pihak yang berbeda pendapat tidak pernah saling bertemu untuk memberikan klarifikasi dalam satu majlis, kecuali hanya saling mengecam dan mengkafirkan dengan musabab bibit konflik politik kekuasaan yang serakah dan licik sejak dahulu.
Menarik untuk dikaji kembali penyataan yang popular yang di lontarkan oleh Husein Ibnu Al Hallaj "Ana al-Haq" dan juga tak kalah populernya yaitu paham hulul. Peristiwa ini merubah pandangan masyarakat umum terhadap kaum Sufi atau para Zahid yang menjalankan praktis kerohaniannya dengan melakukan dzikir secara rutin, shalat malam dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat. Sehingga pada ujungnya berpengaruh terhadap perkembangan ilmu tafsir yang menjadi nadi.
Pada abad ke 9 Masehi, berkembang kehidupan kerohanian Islam dengan jalan melakukan Zuhud (mengabaikan dunia) untuk mencapai kesempurnaan ma’rifat dan tauhid kepada Allah. Gagasan-gagasan para ahli sufi dan syiah pada abad tersebut telah ditemukan, baik yang berupa berupa syair ataupun pemikiran yang menunjukkan keanekaragaman kemungkinan dalam kehidupan mistik, seperti halnya Al Ghazali, Dzun Nun (859 M), Bayezid Bistami (874 M), dan Al Harith al Muhasibi (857 M) dan Husein Ibn Mansur Al hallaj (858 M).
Pemikiran dan peranan para tokoh inilah yang perlu kita ketahui sebagai wacana keilmuan dan sejarah, sekaligus menganalisa konflik pemikiran yang tidak pernah habis dibahaskan, kerana pihak-pihak yang berbeda pendapat tidak pernah saling bertemu untuk memberikan klarifikasi dalam satu majlis, kecuali hanya saling mengecam dan mengkafirkan dengan musabab bibit konflik politik kekuasaan yang serakah dan licik sejak dahulu.
Menarik untuk dikaji kembali penyataan yang popular yang di lontarkan oleh Husein Ibnu Al Hallaj "Ana al-Haq" dan juga tak kalah populernya yaitu paham hulul. Peristiwa ini merubah pandangan masyarakat umum terhadap kaum Sufi atau para Zahid yang menjalankan praktis kerohaniannya dengan melakukan dzikir secara rutin, shalat malam dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat. Sehingga pada ujungnya berpengaruh terhadap perkembangan ilmu tafsir yang menjadi nadi.
A. Biografi Al-Hallaj
Memiliki nama lengkap Abu al-Mughits al-Husein bin Mansur bin Muhammad al-Baidawi . Beliau dilahirkan pada tahun 244 H (858 M) di Thur bagian distrik Baida Persia, tempat orang-orang Iran selatan yang telah terArabisasi yang merupakan sub camp dari jund Basrah, dan kemudian menjadi pusat militer (dengan sebuah pabrik pembuat koin uang untuk pasukan yang keluar dari Shiraz ke Khurasan untuk memerangi Turki), sekarang berada di wilayah Barat Daya Iran. Beliau dibesarkan di Wasit dan Tustar yang dikenal sebagai tempat perkebunan kapas dan tempat tinggal para penyortir kapas . Ayahnya adalah seorang penyortir wool (hallaj), oleh karena itu beliau diberi gelar al-Hallaj . Bersama ayahnya, al-Hallaj berimigrasi ke sebuah pusat tekstil di Ahwaz dan Tustar. Kakeknya, Muhammad adalah seorang penyembah api, pemeluk agama Majusi sebelum ia masuk Islam. Ada yang mengatakan bahwa al Hallaj berasal dari keturunan Abu Ayyub, sahabat Rasulullah.
Sejak kecil al-Hallaj sudah banyak bergaul dengan orang-orang sufi terkenal. Pada saat ia berumur 16 tahun, ia menetap di Tustar dan berguru pada Sahl ibn Abdullah at-Tustury (wafat 896 M/ 282 H), seorang sufi terkenal yang pernah belajar pada Sufyan at-Tsaury (Wafat 778 M/ 161 H) . Dua tahun kemudian ia meninggalkan gurunya at-Tustury dan pindah ke Bashrah untuk belajar kepada Sufi ‘Amr al-Makki. Kemudian dia masuk ke kota Baghdad dan belajar kepada al-Junaid al-Baghdadi. Al-Hallaj pernah hidup dalam pertapaan dari tahun 873-879 M bersama-sama dengan guru sufi al-Tustury, ‘Amr al-Makki, dan Junaid al-Baghdadi.
Setelah itu al-Hallaj pergi mengembara dari satu negeri ke negeri lain, menambah pengetahuan dalam ilmu tasawuf, sehingga tidak ada seorang syekh ternama yang tidak pernah dimintainya nasehat. Al-Hallaj telah menunaikan ibadah haji tiga kali selama hidupnya. Dalam perjalanan dan pengembaraan serta pertemuannya dengan ahli- ahli sufi itulah yang membentuk pribadi dan pandangan hidup al-Hallaj sehingga dalam usia 53 tahun ia telah menjadi pembicara ulama pada waktu itu karena paham tasawufnya yang berbeda dengan yang lain. Sampai-sampai seorang ulama fiqh terkemuka yang bernama Ibn Daud al-Isfahani mengeluarkan fatwa yang mengatakan bahwa paham dan ajaran al-Hallaj sesat. Atas dasar fatwa ini Al Hallaj dipenjarakan. Tetapi setelah satu tahun dalam penjara, dia dapat melarikan diri dengan pertolongan dari seorang penjaga yang menaruh simpati padanya.
Dari Baghdad ia melarikan diri ke Sus di wilayah Ahwas. Disana ia bersembunyi selama empat tahun. Namun pada tahun 301H/903M ia ditangkap kembali dan dimasukkan lagi ke dalam penjara sampai delapan tahun lamanya. Akhirnya pada tahun 309/921M diadakanlah persidangaan ulama di bawah kerajaan Bani Abbas di masa khalifah al-Muktadirbillah. Pada tanggal 18 Dzulkaidah 309H jatuhlah hukuman kepadanya. Dia dihukum mati dengan mula-mula dipukul dan dicambuk dengan cemeti, lalu disalib, sesudah itu dipotong kedua tangan dan kakinya, dipenggal lehernya dan ditinggalakan tergantung pecahan-pecahan tubunhnya itu di pintu gerbang kota Baghdad. Kemudian dibakar tubuhnya dan abunya dihanyutkan di sungai Dajlah.
Dalam riwayat lain diceritakan secara lebih mendetail mengenai jalannya eksekusi “ekstra tragis” yang diterima al-Hallaj. Al-Hallaj tengah dipecut (disebat) seribu kali tanpa mengaduh kesakitan. Sesudah dipecut, kepalanya dipenggal, tapi sebelum dipancung dia sempat shalat 2 rakaat. Kemudian kaki dan tangannya dipotong. Badannya digulung ke dalam tikar bambu, direndamkan ke naftah dan kemudian dibakar. Abu mayatnya dihanyutkan ke sungai sedangkan kepalnya di bawa ke Khurasan untuk dipersaksikan oleh umat Islam dan sejarahnya.
Dalam riwayat lain dikisahkan bahwa ketika proses hukuman mati al-Hallaj, algojo-algojo menaikkan al-Hallaj ke atas menara yang tinggi, kemudian dikerumuni orang banyak yang datang dari berbagai penjuru yang diperintahkan untuk melempari batu kepadanya. Ketika itu dia selalu mengulang-ulang kalimat yang menyebabkan ia dijebloskan ke dalam penjara dan hukuman mati, yaitu Ana Al Haqq (aku adalah Yang Maha benar). Dan ketika disuruh untuk membaca syahadat, dia berteriak seraya berseru kepada Allah : “Sesungguhnya wujud Allah itu telah jelas, tidak membutuhkan penguat semacam syahadat”.
Ketika dipukul oleh para algojo, al-Hallaj tersenyum. Setelah selesai memukulnya, mereka memotong tangan dan kakinya, diapun menerimanya dengan tersenyum, bahkan dia sempat mengoleskan darah potongan tangannya ke mukanya seakan-akan dia berwudhu dengan darah sucinya itu. Setelah itu para algojo memotong lidah dan mencukil matanya. Pada saat itu dia berisyarat, seakan-akan memintakan ampun bagi para algojo kepada Allah “Mereka semua adalah hambaMu, mereka berkumpul untuk membunuhku karena fanatik terhadap agamaMu dan untuk mendekatkan diri kepadaMu. Maka ampunilah mereka. Andaikata Kau singkapkan kepada mereka apa yang Kau singkapkan kepadaku, tentu mereka tidak akan melakukan apa yang mereka lakukan sekarang ini.”
Al-Hallaj adalah seorang ‘alim dalam ilmu agama Islam. Sebagaimana dikatakan oleh Ibn Suraij, ia adalah seorang yang hafal al-Quran beserta pemahamannya, menguasai ilmu fiqh dan hadist serta tidak diragukan lagi keahliannya dalam ilmu tasawuf. Beliau merupakan seorang zahid yang terkenal pada masanya, dan masih banyak lagi sifat kesalehannya.
Memiliki nama lengkap Abu al-Mughits al-Husein bin Mansur bin Muhammad al-Baidawi . Beliau dilahirkan pada tahun 244 H (858 M) di Thur bagian distrik Baida Persia, tempat orang-orang Iran selatan yang telah terArabisasi yang merupakan sub camp dari jund Basrah, dan kemudian menjadi pusat militer (dengan sebuah pabrik pembuat koin uang untuk pasukan yang keluar dari Shiraz ke Khurasan untuk memerangi Turki), sekarang berada di wilayah Barat Daya Iran. Beliau dibesarkan di Wasit dan Tustar yang dikenal sebagai tempat perkebunan kapas dan tempat tinggal para penyortir kapas . Ayahnya adalah seorang penyortir wool (hallaj), oleh karena itu beliau diberi gelar al-Hallaj . Bersama ayahnya, al-Hallaj berimigrasi ke sebuah pusat tekstil di Ahwaz dan Tustar. Kakeknya, Muhammad adalah seorang penyembah api, pemeluk agama Majusi sebelum ia masuk Islam. Ada yang mengatakan bahwa al Hallaj berasal dari keturunan Abu Ayyub, sahabat Rasulullah.
Sejak kecil al-Hallaj sudah banyak bergaul dengan orang-orang sufi terkenal. Pada saat ia berumur 16 tahun, ia menetap di Tustar dan berguru pada Sahl ibn Abdullah at-Tustury (wafat 896 M/ 282 H), seorang sufi terkenal yang pernah belajar pada Sufyan at-Tsaury (Wafat 778 M/ 161 H) . Dua tahun kemudian ia meninggalkan gurunya at-Tustury dan pindah ke Bashrah untuk belajar kepada Sufi ‘Amr al-Makki. Kemudian dia masuk ke kota Baghdad dan belajar kepada al-Junaid al-Baghdadi. Al-Hallaj pernah hidup dalam pertapaan dari tahun 873-879 M bersama-sama dengan guru sufi al-Tustury, ‘Amr al-Makki, dan Junaid al-Baghdadi.
Setelah itu al-Hallaj pergi mengembara dari satu negeri ke negeri lain, menambah pengetahuan dalam ilmu tasawuf, sehingga tidak ada seorang syekh ternama yang tidak pernah dimintainya nasehat. Al-Hallaj telah menunaikan ibadah haji tiga kali selama hidupnya. Dalam perjalanan dan pengembaraan serta pertemuannya dengan ahli- ahli sufi itulah yang membentuk pribadi dan pandangan hidup al-Hallaj sehingga dalam usia 53 tahun ia telah menjadi pembicara ulama pada waktu itu karena paham tasawufnya yang berbeda dengan yang lain. Sampai-sampai seorang ulama fiqh terkemuka yang bernama Ibn Daud al-Isfahani mengeluarkan fatwa yang mengatakan bahwa paham dan ajaran al-Hallaj sesat. Atas dasar fatwa ini Al Hallaj dipenjarakan. Tetapi setelah satu tahun dalam penjara, dia dapat melarikan diri dengan pertolongan dari seorang penjaga yang menaruh simpati padanya.
Dari Baghdad ia melarikan diri ke Sus di wilayah Ahwas. Disana ia bersembunyi selama empat tahun. Namun pada tahun 301H/903M ia ditangkap kembali dan dimasukkan lagi ke dalam penjara sampai delapan tahun lamanya. Akhirnya pada tahun 309/921M diadakanlah persidangaan ulama di bawah kerajaan Bani Abbas di masa khalifah al-Muktadirbillah. Pada tanggal 18 Dzulkaidah 309H jatuhlah hukuman kepadanya. Dia dihukum mati dengan mula-mula dipukul dan dicambuk dengan cemeti, lalu disalib, sesudah itu dipotong kedua tangan dan kakinya, dipenggal lehernya dan ditinggalakan tergantung pecahan-pecahan tubunhnya itu di pintu gerbang kota Baghdad. Kemudian dibakar tubuhnya dan abunya dihanyutkan di sungai Dajlah.
Dalam riwayat lain diceritakan secara lebih mendetail mengenai jalannya eksekusi “ekstra tragis” yang diterima al-Hallaj. Al-Hallaj tengah dipecut (disebat) seribu kali tanpa mengaduh kesakitan. Sesudah dipecut, kepalanya dipenggal, tapi sebelum dipancung dia sempat shalat 2 rakaat. Kemudian kaki dan tangannya dipotong. Badannya digulung ke dalam tikar bambu, direndamkan ke naftah dan kemudian dibakar. Abu mayatnya dihanyutkan ke sungai sedangkan kepalnya di bawa ke Khurasan untuk dipersaksikan oleh umat Islam dan sejarahnya.
Dalam riwayat lain dikisahkan bahwa ketika proses hukuman mati al-Hallaj, algojo-algojo menaikkan al-Hallaj ke atas menara yang tinggi, kemudian dikerumuni orang banyak yang datang dari berbagai penjuru yang diperintahkan untuk melempari batu kepadanya. Ketika itu dia selalu mengulang-ulang kalimat yang menyebabkan ia dijebloskan ke dalam penjara dan hukuman mati, yaitu Ana Al Haqq (aku adalah Yang Maha benar). Dan ketika disuruh untuk membaca syahadat, dia berteriak seraya berseru kepada Allah : “Sesungguhnya wujud Allah itu telah jelas, tidak membutuhkan penguat semacam syahadat”.
Ketika dipukul oleh para algojo, al-Hallaj tersenyum. Setelah selesai memukulnya, mereka memotong tangan dan kakinya, diapun menerimanya dengan tersenyum, bahkan dia sempat mengoleskan darah potongan tangannya ke mukanya seakan-akan dia berwudhu dengan darah sucinya itu. Setelah itu para algojo memotong lidah dan mencukil matanya. Pada saat itu dia berisyarat, seakan-akan memintakan ampun bagi para algojo kepada Allah “Mereka semua adalah hambaMu, mereka berkumpul untuk membunuhku karena fanatik terhadap agamaMu dan untuk mendekatkan diri kepadaMu. Maka ampunilah mereka. Andaikata Kau singkapkan kepada mereka apa yang Kau singkapkan kepadaku, tentu mereka tidak akan melakukan apa yang mereka lakukan sekarang ini.”
Al-Hallaj adalah seorang ‘alim dalam ilmu agama Islam. Sebagaimana dikatakan oleh Ibn Suraij, ia adalah seorang yang hafal al-Quran beserta pemahamannya, menguasai ilmu fiqh dan hadist serta tidak diragukan lagi keahliannya dalam ilmu tasawuf. Beliau merupakan seorang zahid yang terkenal pada masanya, dan masih banyak lagi sifat kesalehannya.
B. Karya – Karya Al-Hallaj
Ibnu nadim seorang ahli riwayat ternama, yang banyak sekali membicarakan al-Hallaj dan menentang pendiriannya, mencatat bahwa karya-karya al-Hallaj tidak kurang dari 47 buah banyaknya. Diantaranya adalah:
1. Al Ahruful muhaddasah, wal azaliyah, wal asmaul kulliyah.
2. Kitab Al Ushul wal Furu’.
3. Kitab Sirrul ‘Alam wal mab’uts.
4. Kitab Al ‘Adlu wat Tauhid.
5. Kitab ‘Ilmul Baqa dan Fana.
6. Kitab Madhun Nabi wal Masaul A’laa.
7. Kitab “Hua, Hua”.
8. Kitab At Thawwasin.
Ibnu nadim seorang ahli riwayat ternama, yang banyak sekali membicarakan al-Hallaj dan menentang pendiriannya, mencatat bahwa karya-karya al-Hallaj tidak kurang dari 47 buah banyaknya. Diantaranya adalah:
1. Al Ahruful muhaddasah, wal azaliyah, wal asmaul kulliyah.
2. Kitab Al Ushul wal Furu’.
3. Kitab Sirrul ‘Alam wal mab’uts.
4. Kitab Al ‘Adlu wat Tauhid.
5. Kitab ‘Ilmul Baqa dan Fana.
6. Kitab Madhun Nabi wal Masaul A’laa.
7. Kitab “Hua, Hua”.
8. Kitab At Thawwasin.
Kedelapan
kitab ini adalah yang terpenting di antara 47 kitab itu. Menurut at-Taftazani,
kitab At-Thawasin merupakan kitab al-Hallaj yang paling lengkap dalam
menggambarkan paham tasawufnya. Susunan bahasanya sangat sulit dipahami,
sehingga mungkin banyak pembaca tidak mengerti apa yang dimaksudkan penulisnya.
Disamping itu, kitab tersebut berisi rumus-rumus dan istilah-istilah yang tidak
gampang dimengerti.
C. Filsafat Al-Hallaj
Inti ajaran al-Hallaj telah dinyatakan dalam bentuk syair (Tawasin) dan juga kadang dalam prosa (Natsar), dalam susunan kata-kata yang mendalam di sekililing tiga hal, yaitu :
Inti ajaran al-Hallaj telah dinyatakan dalam bentuk syair (Tawasin) dan juga kadang dalam prosa (Natsar), dalam susunan kata-kata yang mendalam di sekililing tiga hal, yaitu :
1. Hulul
ketuhanan (lahut) menjelma kedalam diri insan (nasut).
Secara etimologi Hulul memiliki sinonim dengan infusion yang bermakna “penyerapan” yakni menyerap keseluruh obyek yang dapat menerimanya (the infusion spreads to all part of the receptive object). Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana’. Menurut keterangan Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma’ sebagaimana dikutip Harun Nasution, hulul adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.
Secara etimologi Hulul memiliki sinonim dengan infusion yang bermakna “penyerapan” yakni menyerap keseluruh obyek yang dapat menerimanya (the infusion spreads to all part of the receptive object). Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana’. Menurut keterangan Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma’ sebagaimana dikutip Harun Nasution, hulul adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.
Dari
penjelasan-penjelasan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa hulul yang
terjadi pada al-Hallaj tidaklah nyata karena membari pengertian secara jelas
bahwa adanya perbedaan antara hamba dengan Tuhan. Dengan demikian, hulul yang
terjadi hanya sekedar kesadaran psikis yang berlangsung pada kondisi fana’, atau
sekedar terlebarnya nasut kedalam lahut, dan diantara keduanya tetap ada
perbedaan. Untuk lebih memahami doktrin hulul ini, lebih jelasnya dapat merujuk
kepada rangkaian penjelasan al-Hallaj berikut ini : “Siapa yang membiasakan
dirinya dalam ketaatan, sabar atas kenikmatan dan keinginan, maka ia akan naik
ketingkat muqarrabin. Kemudian ia senantiasa suci dan meningkat terus hingga
terbebas dari sifat-sifat kemanusiaan ini. Apabila sifat-sifat kemanusiaan
dalam dirinya lenyap, maka roh Tuhan akan mengambil tempat dalam tubuhnya
sebagaimana ia mengambil tempat pada diri Isa bin Maryam. Dan ketika itu
seorang sufi tidak lagi punya kehendak kecuali apa yang dikehendak oleh ruh
Tuhan sehingga seluruh perbuatannya merupakan perbuatan Tuhan . Air tidak dapat
menjadi anggur meskipun keduanya telah bercampur aduk ”.
2.
Al-Haqiqah al-Muhammadiyah (Nur Muhammad)
Menurut al Hallaj Nur Muhammad merupakan asal atau sumber dari segala sesuatu , segala kejadian, amal perbuatan dan ilmu pengetahuan . Dan dengan perantaraan Nur Muhammad itulah alam ini dijadikan. Nur Muhammad bisa diartika juga sebagai pusat kesatuan alam dan pusat kesatuan nubuwwat segala Nabi. Dan nabi-nabi itu, nubuwwat-nya ataupun dirinya hanyalah sebagian dari Nur Muhammad itu. Segala macam ilmu, hikmat dan nubuwwat adalah pancaran dari Nur Muhammad.
Menurut Al Hallaj, kejadian Nabi Muhammad terbentuk dari dua rupa. Pertama, rupanya yang qadim dan azali, yaitu dia telah terjadi sebelum terjadinya segala yang ada ini. Kedua, ialah rupanya sebagai manusia, sebagai seorang Rasul dan Nabi yang diutus Tuhan. Rupanya sebagai manusia akan mengalami maut, tetapi rupanya yang qadim akan tetap ada meliputi alam.
Paham tentang Nur Muhammad ini berdasar pada hadis yang sangat populer di kalangan ahli sufi, yaitu : “Aku berasal dari cahaya Tuhan dan seluruh dunia berasal dari cahayku”. Dan paham ini kemudian dikembangkan dan disebarluaskan oleh Muhyiddin Ibnu Arabai (w638H) dan Abd.al Karim bin Ibrahim al Jili (w.811H) dalam kerangka ide Insan Kamil.
Dalam teori kejadian alam dari Nur Muhammad ini nampak adanya pengaruh ajaran filsafat. Kalau dalam filsafat Islam, teori terjadinya alam semesta diperkenalkan oleh al Farabi dengan mentransfer teori emanasi Neo Platonisme Plotinus, maka dalam tasawuf teori ini mula-mula diperkenalkan oleh al Hallaj dengan konsep barunya yang disebut Nur Muhammad atau Haqiqah Muhammadiyah sebagai sumber dari segala yang maujud.
Menurut al Hallaj Nur Muhammad merupakan asal atau sumber dari segala sesuatu , segala kejadian, amal perbuatan dan ilmu pengetahuan . Dan dengan perantaraan Nur Muhammad itulah alam ini dijadikan. Nur Muhammad bisa diartika juga sebagai pusat kesatuan alam dan pusat kesatuan nubuwwat segala Nabi. Dan nabi-nabi itu, nubuwwat-nya ataupun dirinya hanyalah sebagian dari Nur Muhammad itu. Segala macam ilmu, hikmat dan nubuwwat adalah pancaran dari Nur Muhammad.
Menurut Al Hallaj, kejadian Nabi Muhammad terbentuk dari dua rupa. Pertama, rupanya yang qadim dan azali, yaitu dia telah terjadi sebelum terjadinya segala yang ada ini. Kedua, ialah rupanya sebagai manusia, sebagai seorang Rasul dan Nabi yang diutus Tuhan. Rupanya sebagai manusia akan mengalami maut, tetapi rupanya yang qadim akan tetap ada meliputi alam.
Paham tentang Nur Muhammad ini berdasar pada hadis yang sangat populer di kalangan ahli sufi, yaitu : “Aku berasal dari cahaya Tuhan dan seluruh dunia berasal dari cahayku”. Dan paham ini kemudian dikembangkan dan disebarluaskan oleh Muhyiddin Ibnu Arabai (w638H) dan Abd.al Karim bin Ibrahim al Jili (w.811H) dalam kerangka ide Insan Kamil.
Dalam teori kejadian alam dari Nur Muhammad ini nampak adanya pengaruh ajaran filsafat. Kalau dalam filsafat Islam, teori terjadinya alam semesta diperkenalkan oleh al Farabi dengan mentransfer teori emanasi Neo Platonisme Plotinus, maka dalam tasawuf teori ini mula-mula diperkenalkan oleh al Hallaj dengan konsep barunya yang disebut Nur Muhammad atau Haqiqah Muhammadiyah sebagai sumber dari segala yang maujud.
3. Wahdah al
adyan (Kesatuan agama-agama)
Inti ajaran dari Wahdah al adyan adalah sebenranya nama agama yang berbagai macam, seperti Islam, Nasrani, Yahudi dan yang lain-lain hanyalah perbedaan nama dari hakikat yang satu saja. Nama berbeda, satu tujuan. Segala agama adalah agama Allah maksudnya ialah menuju Allah. Orang memilih suatu agama, atau lahir dalam satu agama, bukanlah atas kehendaknya, tetapi dikehendaki untuknya. Cara ibadah bisa berbeda warnanya, namun isinya hanya satu. Paham Wahdah al-Adyan ini muncul sebagai konsekuensi logis dari pahamnya tentang Nur Muhammad. Yakni pahamnya al-Hallaj tentang qadimnya Nur Muhammad telah mendorongnya untuk berkesimpulan tentang kesatuan agama.
Mengenai hal ini, ‘Abdullah bin Tahir al-Azdi mengatakan, sebagaimana dicatatkan oleh al-Taftazani sebagai berikut:
“Suatu hari aku bertengkar dengan orang yahudi di pasar baghdad. Diapun ku maki: hai anjing. Ketika itu al-Hallaj lewat dan memandangku dengan geram. Dan tegurnya: jangan kau maki anjingmu. Dan diapun langsung pergi. Setelah pertengkaran itu, aku mencari al-Hallaj. Namun ketika ku temui, dia memalingkan wajahnya. Akupun meminta maaf kepadanya. Lalu dia berkata: wahai sahabatku, semua agama adalah milik Allah. Setiap golongan menganut suatu agama tanpa adanya pilihan, bahkan dipilihkan bagi mereka. Kerena itu, barangsiapa menyalahkan apa yang dianut golongan itu sama saja halnya dia telah menghukumi golongan tersebut menganut agama atas upayanya sendiri. Ketahuilah ! agama-agama yahudi, islam dan yang lain-lainya adalah sebutan serta nama yang beraneka ragam dan berbeda. Akan tetapi tujuan tujuan semuanya tidak berbeda” .
Tidak ada faedahnya seseorang mencela orang yang berlainan agama dengan dia, karena itu adalah takdir (ketentuan) Tuhan buat orang itu. Tidak ada perlunya berselisih dan bertingkah. Tetapi lebih baik perdalamlah agama masing-masing.
Inti ajaran dari Wahdah al adyan adalah sebenranya nama agama yang berbagai macam, seperti Islam, Nasrani, Yahudi dan yang lain-lain hanyalah perbedaan nama dari hakikat yang satu saja. Nama berbeda, satu tujuan. Segala agama adalah agama Allah maksudnya ialah menuju Allah. Orang memilih suatu agama, atau lahir dalam satu agama, bukanlah atas kehendaknya, tetapi dikehendaki untuknya. Cara ibadah bisa berbeda warnanya, namun isinya hanya satu. Paham Wahdah al-Adyan ini muncul sebagai konsekuensi logis dari pahamnya tentang Nur Muhammad. Yakni pahamnya al-Hallaj tentang qadimnya Nur Muhammad telah mendorongnya untuk berkesimpulan tentang kesatuan agama.
Mengenai hal ini, ‘Abdullah bin Tahir al-Azdi mengatakan, sebagaimana dicatatkan oleh al-Taftazani sebagai berikut:
“Suatu hari aku bertengkar dengan orang yahudi di pasar baghdad. Diapun ku maki: hai anjing. Ketika itu al-Hallaj lewat dan memandangku dengan geram. Dan tegurnya: jangan kau maki anjingmu. Dan diapun langsung pergi. Setelah pertengkaran itu, aku mencari al-Hallaj. Namun ketika ku temui, dia memalingkan wajahnya. Akupun meminta maaf kepadanya. Lalu dia berkata: wahai sahabatku, semua agama adalah milik Allah. Setiap golongan menganut suatu agama tanpa adanya pilihan, bahkan dipilihkan bagi mereka. Kerena itu, barangsiapa menyalahkan apa yang dianut golongan itu sama saja halnya dia telah menghukumi golongan tersebut menganut agama atas upayanya sendiri. Ketahuilah ! agama-agama yahudi, islam dan yang lain-lainya adalah sebutan serta nama yang beraneka ragam dan berbeda. Akan tetapi tujuan tujuan semuanya tidak berbeda” .
Tidak ada faedahnya seseorang mencela orang yang berlainan agama dengan dia, karena itu adalah takdir (ketentuan) Tuhan buat orang itu. Tidak ada perlunya berselisih dan bertingkah. Tetapi lebih baik perdalamlah agama masing-masing.
D. Pendapat
Ulama Mengenai Pemikiran Al Hallaj
Berbagai macamlah perkataan ulama tentang al-Hallaj. Sebagian mengkafirkan dan sebagian yang lain membela atau membenarkan. Beberapa perkataan, terutama dari pihak masa kekuasaan pada masa itu tersiar bahwa ajaran al-Hallaj sangat merusak ketentraman umum. Murid-muridnya sampai ada yang menyangka bahwa al-Hallaj adalah Tuhan, sebagaimana prasangkaan orang nasrani terhadap diri isa al-masih. Dia dianggap pandai menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang sakit kusta. Muridnya kian lama kian banyak. Dan setelah diselidiki oleh penyelidik kerajaan, katanya dia mengadakan hubungan yang rapat dengan kaum karamithah, yaitu segolongan umat di abad ketiga dan keempat yang menyerupai faham komunis di indonesia. Sebab itu dia tidak mau mengakui kekuasaan pemerintahan yang sah. Dia mengakui sebagian kepercayaan kaum ismailiyyah bahwa imam yang sejati ialah imam yang ghaib.
Dan lagi menurut beritra yang tersiar itu pula beliau menfatwakan bahwasannya naik haji yang lahir pergi ke mekkah itu tidaklah perlu dikerjakan. Sebab itu hanya memayah-mayahkan diri saja. Itu boleh diganti dengan haji yang lain, yaitu dengan haji rohani, dengan membersihkan diri dan jiwa dan tafakur mengingat Tuhan dalam khalwat, sehingga ka’bah itu sendirilah yang datang kedalam khalwatnya menemuinya. Disanapun dia boleh berthawaf.
Memang, banyak di antara ulama yang tidak bisa menerima ajaran tasawuf yang diajarkan oleh Al Hallaj ini, tetapi tidak sedikit pula para ulama yang sependapat dan membelanya. Kebanyakan Ulama fiqih mengkafirkannya. Dengan alasan bahwasanya mengatakan bahwa diri manusia bersatu dengan Tuhan adalah syirik yang amat besar. Oleh karena itu Ibn at Taymiyah, Ibn al Qayyim, Ibn an Nadim dan lain-lain berpendapat bahwa hukuman mati yang ditimpakan kepada Al Halaj memang patut diterimanya.
Tetapi ulama-ulama fiqih yang lain seperti Ibnu Syuraih seorang ulama yang sangat terkemuka dari mazhab Malik, memberikan komentar: "Ilmuku tidak mendalam tentang dirinya, karena itu saya tidak bisa berkata apa-apa".
Pembela-pembela Al Hallaj menjernihkan ajarannya dari apa yang dituduhkan orang kepadanya. Syaikh Abdurrahman As Saqqaf salah seorang Syaikh tarikat Alawiyah, mengatakan bahwa dia sebelumnya menyangka pada diri Al Hallaj ada keretakan karena sikapnya, seperti keretakan pada kaca, tetapi setelah sampai pada maqam al qutbiyyah dia melihat bahwa Al Hallaj telah mencapai tingkat bila diandaikan buah dia telah matang.
Imam Al Ghazali ketika ditanyai bagaimana pendapatnya tentang perkataan "ana al haq?". Beliau menjawab," Perkataan demikian yang keluar dari mulutnya adalah karena sangat cintanya kepada Allah. Apabila cinta sudah demikian mendalamnya, tidak ada lagi rasa berpisah antara diri seseorang dengan seseorang yang dicintainya". Sehingga beliau, Jalaludin Rumi, dan Fariduddin al Attar memberinya julukan "Syahidul Haq" (seorang syahid yang benar).
Beliau syekh Maftuh Basthul Birri salah satu masyayikh di ponpes Hidayatul Mubtadi’in (lirboyo) dalam bukunya yang berjudul Manaqib 50 Wali Agung mengatakan “Syekh al-Hallaj ini tinggi sekali ma’rifat dan ilmu haqiqatnya, jadzab dan cintanya dengan Allah seperti imam Abu Yazid al-Bustomi, sehingga beliau pernah berkata ANAL HAQ. Maka banyak orang yang ingkar karena tidak sampai kefahamannya”.
Berbagai macamlah perkataan ulama tentang al-Hallaj. Sebagian mengkafirkan dan sebagian yang lain membela atau membenarkan. Beberapa perkataan, terutama dari pihak masa kekuasaan pada masa itu tersiar bahwa ajaran al-Hallaj sangat merusak ketentraman umum. Murid-muridnya sampai ada yang menyangka bahwa al-Hallaj adalah Tuhan, sebagaimana prasangkaan orang nasrani terhadap diri isa al-masih. Dia dianggap pandai menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang sakit kusta. Muridnya kian lama kian banyak. Dan setelah diselidiki oleh penyelidik kerajaan, katanya dia mengadakan hubungan yang rapat dengan kaum karamithah, yaitu segolongan umat di abad ketiga dan keempat yang menyerupai faham komunis di indonesia. Sebab itu dia tidak mau mengakui kekuasaan pemerintahan yang sah. Dia mengakui sebagian kepercayaan kaum ismailiyyah bahwa imam yang sejati ialah imam yang ghaib.
Dan lagi menurut beritra yang tersiar itu pula beliau menfatwakan bahwasannya naik haji yang lahir pergi ke mekkah itu tidaklah perlu dikerjakan. Sebab itu hanya memayah-mayahkan diri saja. Itu boleh diganti dengan haji yang lain, yaitu dengan haji rohani, dengan membersihkan diri dan jiwa dan tafakur mengingat Tuhan dalam khalwat, sehingga ka’bah itu sendirilah yang datang kedalam khalwatnya menemuinya. Disanapun dia boleh berthawaf.
Memang, banyak di antara ulama yang tidak bisa menerima ajaran tasawuf yang diajarkan oleh Al Hallaj ini, tetapi tidak sedikit pula para ulama yang sependapat dan membelanya. Kebanyakan Ulama fiqih mengkafirkannya. Dengan alasan bahwasanya mengatakan bahwa diri manusia bersatu dengan Tuhan adalah syirik yang amat besar. Oleh karena itu Ibn at Taymiyah, Ibn al Qayyim, Ibn an Nadim dan lain-lain berpendapat bahwa hukuman mati yang ditimpakan kepada Al Halaj memang patut diterimanya.
Tetapi ulama-ulama fiqih yang lain seperti Ibnu Syuraih seorang ulama yang sangat terkemuka dari mazhab Malik, memberikan komentar: "Ilmuku tidak mendalam tentang dirinya, karena itu saya tidak bisa berkata apa-apa".
Pembela-pembela Al Hallaj menjernihkan ajarannya dari apa yang dituduhkan orang kepadanya. Syaikh Abdurrahman As Saqqaf salah seorang Syaikh tarikat Alawiyah, mengatakan bahwa dia sebelumnya menyangka pada diri Al Hallaj ada keretakan karena sikapnya, seperti keretakan pada kaca, tetapi setelah sampai pada maqam al qutbiyyah dia melihat bahwa Al Hallaj telah mencapai tingkat bila diandaikan buah dia telah matang.
Imam Al Ghazali ketika ditanyai bagaimana pendapatnya tentang perkataan "ana al haq?". Beliau menjawab," Perkataan demikian yang keluar dari mulutnya adalah karena sangat cintanya kepada Allah. Apabila cinta sudah demikian mendalamnya, tidak ada lagi rasa berpisah antara diri seseorang dengan seseorang yang dicintainya". Sehingga beliau, Jalaludin Rumi, dan Fariduddin al Attar memberinya julukan "Syahidul Haq" (seorang syahid yang benar).
Beliau syekh Maftuh Basthul Birri salah satu masyayikh di ponpes Hidayatul Mubtadi’in (lirboyo) dalam bukunya yang berjudul Manaqib 50 Wali Agung mengatakan “Syekh al-Hallaj ini tinggi sekali ma’rifat dan ilmu haqiqatnya, jadzab dan cintanya dengan Allah seperti imam Abu Yazid al-Bustomi, sehingga beliau pernah berkata ANAL HAQ. Maka banyak orang yang ingkar karena tidak sampai kefahamannya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar